- 16 March 2023
- Posted by: admin-abikb
- Category: News Feed
Jakarta, CNBC Indonesia – Kolapsnya Silicon Valley Bank (SVB) dan Signature Bank di Amerika Serikat (AS) langsung menjadi sorotan dunia. Terjadi perbedaan pendapat antara para analis, ekonom hingga pelaku pasar terkait kolapsnya kedua bank tersebut. Ada yang menyebut krisis perbankan akan meluas, yang lain berpendapat itu tidak akan terjadi.
Namun, pasar finansial sudah merasakan dampak buruknya. Bursa saham global mengalami volatilitas tinggi dan cenderung anjlok.
Penulis buku Rich Dad Poor Dad, Robert Kiyosaki juga turut memberikan komentar lewat cuitan di akun pribadinya di Twitter. Kiyosaki mengajak netizen untuk membeli emas.
“Dua bank besar sudah hancur, bank ketiga tinggal tunggu giliran. Belilah emas, perak, dan koin (krypto) sekarang, jangan beli ETF (exchange traded fund). Ketika bank ketiga hancur, maka harga emas dan perak akan naik. Di 2008, saya sudah meramalkan kehancuran Lehman Brothers sebelum kabar itu ramai diberitakan di CNN, kalau Anda ingin buktinya kunjungi RICH DAD.com,” ujar Kiyosaki di akun Twitternya pada 11 Maret 2023 lalu.
Emas merupakan aset aman (safe haven) yang sudah teruji. Setiap kali krisis atau resesi terjadi, harganya cenderung mengalami kenaikan.
Sumber: macrotrends, element.visualcapitalist.com (data hingga Juli 2022) |
Sebelumnya ekonom Nouriel Roubini atau yang dikenal dengan “Dr Doom” alias “Dokter Kiamat” juga menyatakan dalam kondisi saat ini emas menjadi salah satu aset investasi yang tepat.
Roubini mendapat predikat tersebut setelah memprediksi terjadinya krisis finansial global 2008 dan benar terjadi.
Kini ia memprediksi inflasi di Amerika Serikat akan bertahan di kisaran 6% sangat jauh dari target bank sentral AS (The Fed) 2%.
“Jika saya benar, rata-rata inflasi tidak akan sebesar 2%, tetapi 6%. Kemerosotan yang kita lihat pada tahun lalu pada saham dan obligasi akan menjadi lebih parah dalam beberapa tahun ke depan,” kata Roubini dalam wawancara dengan CNN, Kamis (23/2/2023).
Roubini menyebut investor saat ini harus keluar dari saham dan obligasi, dan berinvestasi ke aset yang memiliki lindung nilai terhadap inflasi seperti emas.
Ia melihat kondisi ekonomi saat ini mirip dengan 2007/2008, dilihat dari tingginya utang negara dan korporasi. Hal ini bisa memicu krisis yang parah.
Bank sentral AS (The Fed) yang terus menaikkan suku bunga dikatakan akan menciptakan banyak ‘perusahaan zombie’, perusahaan yang dibentuk saat era suku bunga rendah, tetapi hingga saat ini belum mampu menghasilkan laba untuk membayar utang.
“Banyak institusi zombie, rumah tangga zombie, perusahaan, bank, shadow bank, dan negara zombie akan bangkrut akibat suku bunga yang terus naik,” ujar Roubini Oktober lalu.
Perusahaan zombie memang sudah kerap kali disebut dalam beberapa tahun terakhir. Perusahaan ini banyak tumbuh saat era suku bunga rendah, biaya utang yang murah, tetapi belum mampu mencatat profit atau membiayai utang mereka.
Selain itu Dr Doom melihat ada risiko resesi yang terjadi gabungan antara stagflasi 1970an dan 2008.
Dalam artikel Majalah Time yang terbit Kamis (13/10/2022), Dr. Doom mengatakan dunia akan menuju “kebangkrutan besar-besaran dan krisis finansial yang berlarut-larut”.
Kolapsnya SVB dan Signature Bank membuat prediks Dr Doom mulai terbukti. Tingginya suku bunga The Fed menjadi salah satu penyebab kolapsnya SVB. Banyak perusahaan startup menarik deposito mereka di SVB akibat kondisi saat ini menyulitkan untuk IPO. Penarikan dana yang ditempatkan di bank menjadi jalan untuk menstabilkan kondisi finansial.
Dampaknya, SVB menjadi kekurangan modal. Guna menambah likuditas, SVB menjual obligasi yang dimiliki meski harus merugi hingga US$ 1,8 miliar. Lagi-lagi suku bunga The Fed yang tinggi menjadi biang kerok kerugian tersebut.
Suku bunga yang tinggi membuat harga obligasi AS (Treasury) saat ini jatuh, tercermin dari imbal hasil (yield) yang melesat naik. Maklum saja, para investor melihat penerbitan Treasury yang baru akan menawarkan yield yang lebih tinggi, bahkan menempatkan deposito di perbankan juga suku bunganya lebih menarik.
Alhasil, harga Treasury yang tersedia di pasar langsung terbanting, penjualan yang dilakukan SVB pun berakibat kerugian yang besar.
Masalahnya kini tidak hanya di Amerika Serikat saja, hampir di semua negara menerapkan suku bunga tinggi. Apa yang terjadi dengan SVB dan Signature Bank tentunya bisa juga terjadi di negara lain.
Terbukti, saat ini bank Credit Suisse kini sedang gonjang-ganjing.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) bahkan sudah mengingatkan atas dampak domino dari tumbangnya bank-bank di AS.
“Ada kebangkrutan bank di Amerika, Silicon Valley Bank. Semuanya ngeri begitu ada satu bank yang bankrut. Dua hari, muncul lagi bank berikutnya yang kolaps, Signature Bank,” tutur Jokowi pada pembukaan Business Matching Produk Dalam Negeri, Jakarta, Rabu (15/3/2023).Presiden juga meminta semua pihak untuk waspada mengingat dampak besar dari krisis perbankan tersebut.
“Semua negara sekarang ini menunggu efek dominonya akan kemana, oleh sebab itu kita hati-hati,” imbuhnya.
Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.