Harap Tenang, BI Perkirakan The Fed Undur Kenaikan Suku Bunga

Jakarta, CNBC Indonesia Bank Indonesia memperkirakan, The Fed akan mengundur keputusan kenaikan suku bunga acuan Fed Fund Rate. Mulanya, kenaikan suku bunga akan diterapkan pada kuartal III 2023, namun akan mundur menjadi pada kuartal IV 2023.

Sebagai informasi, pada 19-20 September 2023, Bank Sentral AS, The Federal Reserve (The Fed) akan menggelar Federal Open Market Committee (FOMC) yang merupakan rapat kebijakan dewan Bank Sentral AS yang dinakhodai Jerome Powell. Biasanya keputusan suku bunga akan diumumkan setelah rapat itu beserta dengan arah kebijakan moneternya ke depan.

“Tadinya di kuartal III tapi sepertinya akan diundur ke kuartal IV,” kata Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia (BI) Erwindo Kolopaking saat ditemui di Labuan Bajo, NTT, dikutip Minggu (10/9/2023).

Arah kebijakan suku bunganya pun menurut BI akan masih dalam tren tinggi dalam jangka waktu yang panjang atau biasa dikenal dengan istilah Higher for Longer. Dengan begitu, ketidakpastian di pasar keuangan global masih akan belum menentu.

“Ini juga akan mendorong nanti ketidakpastian di pasar keuangan. Ditambah lagi ada sekarang tahun fiskal US berakhir di kuartal III dan ini kemudian biasanya ada government shutdown,” tutur Erwindo.

Sebelumnya, Gubernur BI Perry Warjiyo juga telah mengungkapkan, suku bunga acuan Amerika Serikat (AS) masih akan naik sampai akhir tahun. FFR ia perkirakan bisa ke level 6% dan bertahan lama hingga tahun depan mendatang. Ini bisa lebih tinggi dari Indonesia kalau tidak ada kenaikan.

Sebagai informasi, dalam rapat dewan gubernur BI pada 23-24 Agutus 2023 memutuskan mempertahankan suku bunga acuan BI 7-day reverse repo rate di level 5,75%. BI akan kembali mengumukan arah kebijakan suku bunga acuannya pada 20-21 September 2023 atau sehari setelah The Fed menggelar FOMC.

“Inflasi masih tinggi bahkan di AS pun sekarang masih di atas 4% tahun depan sampai akhir 2024 juga masih di atas 2% sehingga ini sebabkan FFR kemungkinan 5,75% tahun ini bahkan bisa 6% dan kemungkinan masih akan tinggi sepanjang 2024 higher for longer jadi tantangan di global,” jelasnya.

Ini juga yang menjadi alasan dolar Amerika Serikat (AS) menguat tajam sejak beberapa waktu terakhir. Hampir seluruh mata uang dipaksa bertekuk lutut dihadapkan dolar AS.

“Dolar itu paling kuat di dunia karenanya kenapa di seluruh dunia termasuk kami harus betul-betul pertahankan stabilitas NTR itu 4 ciri global, perekonomian melambat, inflasi tinggi, FFR higher for longer dan dolar perkasa,” papar Perry.